Jumat, 05 April 2013

Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen

Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menekankan persoalan perlindungan konsumen, sebagai salah satu fokus untuk menguatkan perdagangan dan pasar domestik.

Ia mengatakan itu dalam rapat kerja tahunan, Kamis (14/3/2013), "Perlindungan konsumen menjadi perhatian serius karena besarnya potensi konsumsi Indonesia, namun belum didukung oleh pemahaman konsumen akan hak dan kewajibannya secara memadai," katanya.

Temuan 621 kasus produk tidak layak edar oleh Kementerian Perdagangan sepanjang 2012, menjadi salah satu indikatornya . Angka itu naik drastis ketimbang penemuan di tahun 2011, yang hanya mencapai 28 kasus.

"Ini seperti fenomena gunung es, karena kesadaran konsumen untuk melapor saat menemukan produk tak layak, masih sangat rendah. Penemuan kasus tersebut masih banyak bergantung pada kinerja penyidik sipil. Artinya jika ditelusuri, peredaran barang tak layak di pasar domestik, jumlahnya masih cukup banyak," katanya.

Kasus itu terdiri atas 34 persen produk melanggar persyaratan standar nasional Indonesia (SNI), 22 persen melanggar manual kartu garansi, 43 persen melanggar ketentuan label dalam Bahasa Indonesia, serta satu persen tidak memenuhi ketentuan produk yang diawasi distribusinya.

Sebagian besar produk yang tidak layak itu adalah produk impor. Pelanggaran SNI mendominasi, padahal SNI dibuat sebagai standar minimal kelayakan produk. Dari ribuan produk, baru 83 produk atau baru sekitar satu persen yang diwajibkan memenuhi ketentuan SNI.

Arus barang yang kian bebas pada era liberalisasi perdagangan, menuntut konsumen lebih jeli dan teliti. Kalau mereka ceroboh memilih produk, tidak hanya kerugian materi yang harus diderita, tetapi keamanan dan keselamatan mereka juga ikut terancam. Dengan penduduk sekitar 240 juta jiwa, menjadi Indonesia sasaran empuk dari serbuan produk impor.

Barang-barang tidak layak tersebut telah beredar luas, dan tidak mungkin semuanya teridentifikasi petugas. Artinya konsumenlah yang harus berperan aktif. Karena itu, tuntutan menjadi konsumen cerdas sangatlah penting. Namun sayang, kesadaran konsumen kita masih rendah.

Salah satu indikasinya adalah masih minimnya pengaduan yang masuk ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Sepanjang tahun 2012, lembaga itu mencatat pengaduan konsumen sebanyak 620 kasus. Bandingkan dengan Hongkong yang pada tahun 2012 mencatat ada 25.280 kasus.

Lalu, bagaimana caranya untuk bisa menjadi konsumen cerdas?

Pertama, teliti sebelum membeli. Konsumen tidak perlu takut untuk bertanya atau memperoleh informasi langsung dari pelaku usaha. Kedua, memperhatikan label, manual kartu garansi, dan masa kedaluwarsa. Ketiga, pastikan produk sesuai dengan SNI.

Dari sekitar 30.000 produk, baru 7.618 produk yang mengantongi SNI, yang 90 di antara nya berupa SNI wajib. Dari jumlah itu, sebanyak 6.300 di antaranya sudah kedaluwarsa dan perlu ditinjau ulang

Keempat, beli sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan. Konsumen harus menjadi konsumen cerdas dalam menyikapi berbagai tawaran diskon yang menggi urkan dari pusat-pusat perbelanjaan. Tidak semua produk yang dijajakan benar-benar dibutuhkan. Kementerian Perdagangan berencana menyelidiki tawaran diskon yang kian marak. Apakah memang benar ada potongan harga, atau jangan-jangan hanya akal-akalan si pe njual.

Kelima, tegakkan hak dan kewajiban Anda selaku konsumen. Jika konsumen merasa produk yang dibeli tidak sesuai dan merugikan kepentingannya, konsumen bisa menempuh langkah advokasi.

Sayangnya, hasil survei yang dilakukan Badan Perlindungan Konsumen Na sional (BPKN) menunjukkan hanya 35,8 persen yang paham bahwa konsumen memiliki hak atas advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa.

Hanya 11,3 persen mengetahui bahwa hak tersebut dijamin undang-undang. Artinya, masih sedikit konsumen yang pa ham akan hak-haknya. Hal ini menjadi celah bagi peredaran barang tak layak.

Untuk memacu kesadaran konsumen, Kementerian Perdagangan telah meluncurkan sistem pengawasan perlindungan konsumen secara daring (online). Sistem ini memiliki jaringan pengaduan di 33 provinsi.

Sistem tersebut bisa diakses melalui http://siswaspk.kemendag.go.id. Lewat saluran tersebut, konsumen tak perlu mengadu lewat e-mail, Facebook, atau Twitter, yang sering kali menyebabkan kriminalisasi terhadap konsumen, seperti pada kasus Prita.

Ketentuan soal perlindungan konsumen sebenarnya sudah banyak. Selain Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setidaknya masih ada lima UU lagi yang juga mengatur perlindungan konsumen. Sebut saja UU No 5/1984 tentang Perindu strian dan UU No 7/1996 tentang Pangan. Namun, aturan-aturan tersebut belum efektif melindungi konsumen.

Semakin banyak konsumen yang kritis, secara otomatis peredaran barang-barang tidak layak berkurang dengan sendirinya. Konsumen cerdas juga lebih mencin tai produk dalam negeri ketimbang produk impor. Gerakan mencintai dan membeli produk lokal menjadi benteng terakhir di tengah derasnya aliran barang-barang impor. Dengan mengabaikan produk impor, industri dalam negeri akan tumbuh dan pengangguran pun semakin berkurang.

Konsumen cerdas yang memilih produk berkualitas dan produksi dalam negeri, menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Semakin banyaknya konsumen cerdas diharapkan bisa mengerem impor dan mendorong ekspor. Postur ekspor-impor yang sehat membuat pertumbuhan ekonomi maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar